27 Agustus 2009

UDHULU FISSILMI KAFFAH

Renungan Bulan Puasa
Adalah rahmat dan pertolongan Allah kita dilahirkan dan dibesarkan secara Islam. Orang tua kita menikah dimotifasi oleh ajaran Islam. Ijab dan qobulnya di depan petugas KUA, didoakan di bawah pimpinan ulama. Jadi, bibit-bibit yang kemudian menjadi diri kita disemai secara Islam. Ketika kita dalam kandungan diupacarai dengan doa-doa, juga dengan bacaan ratib atau salawat Nabi. Pada saat lahir kita diadzani juga diqomahi lengkap dengan serangkaian upacara keagamaan hingga kita berusia 40 hari. Pendek kata benih yang baru tumbuh yang bernama "kita" ini telah disirami oleh Islam. Selanjutnya, kita hidup dalam keluarga muslim, di lingkungan masyarakat muslim, serta dididik dalam koridor ajaran Islam. Walhasil kita menjadi orang Islam. Alhamdulillah, wa syukrulillah.

Tentu ada benarnya kalau orang mengatakan kita "muslim turunan". Artinya, kita menjadi muslim karena orang tua kita muslim. Kita mendapatkan warisan Islam dari orang tua kita. Allahummaghfir waalidaina kamaa rabbayaanaa sighaara. Kita mendapatkan Islam tanpa melakukan pencarian lebih dahulu. Kita menemukan kebenaran tanpa bersusah payah. Apalah jadinya jika orang tua kita non-muslim. Mungkinkah kita akan "menyeberang" dari tradisi orang tua dan berniat mencari kebenaran? Jika kita mencari, apakah kita akan menemukan kebenaran Islam? Dengan kata lain, apakah dalam pencarian itu kita akan mendapatkan hidayah Allah? Jawabnya, wallahu al'lam.

Hidayah Allah yang diberikan kepada kita secara cuma-cuma ini tentu mesti kita syukuri. Adakah nikmat lain yang melebihi nikmat Iman dan Islam? Lain syakartum laaziidannakum walain kafartum inna adzabii lasyadiid; jika kalian bersyukur, maka niscaya Aku akan menambahkan (Nikmat Allah), dan jika kalian mengingkari, maka niscaya siksaku amat pedih. Mensyukuri nikmat tentu tidak hanya dengan ucapan dan pernyataan tapi juga dengan amal dalam kenyataan. Maknanya, Islam dan Iman yang kita dapatkan dari orang tua kita wajib kita rawat, kita tingkatkan dan sempurnakan. Sudah pasti Islam dan Iman kita belum sempurna. Penuh kekurangan dan kepincangan. Oleh karena itu, perintah Allah dalam surah Al-Baqarah, ayat 208 perlu kita tunaikan. "Udhuluu fissilmi kaaffah, walaa tattabi'u khutuwaatis syaithaan"; masuklah kalian semua ke dalam Islam secara penuh dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Artinya kita diperintahkan untuk menyempurnakan keislaman kita terus-menerus sambil senantiasa melawan bujukan setan.

Selama ini, kita memahami Islam secara timpang. Sehingga kita mengamalkan ajaran Islam juga secara timpang. Islam dalam pemahaman serta pengamalan kita adalah serangkaian peribadatan yang tersebut dalam rukun Islam itu. Kita merasa telah memenuhi kewajiban sebagai muslim jika menjalankan ibadah-ibadah wajib yang mahdlah (ritualistic) itu. Penggambaran kita tentang orang yang saleh dan bertaqwa adalah sosok orang yang berpakaian putih bersorban yang berlama-lama di masjid.

Pemahaman ini tentu benar tetapi timpang. Sebab, seorang muslim yang saleh lagi bertaqwa adalah mereka yang menunaikan kewajiban ibadah mahdlah dengan sebaik-baiknya dan menunaikan ibadah ghair mahddliyyah dengan sebaik-baiknya pula. Gambaran seorang muslim sejati adalah orang yang dengan khusu' berserah diri kepada Allah dan menjalankan amal sholeh dengan berakhlaq karimah dan berperilaku baik dalam kehidupan sehari-hari. Seorang muttaqun menjadikan peribadatan ritual di atas lembar sajadah, di mushalla, langgar, masjid dan majlis ta'lim sekaligus menggunakan segala pekerjaan dan aktifitas hidup di sawah dan ladang, di perahu dan sampan, di warung dan toko, di kantor dan di pabrik, di jalan-jalan dan di mana saja sebagai media penghambaan diri kepada Allah. Oleh karena itu, orang yang bertaqwa tak hanya menjadi muslim yang baik ketika ia sholat, berpuasa, berzakat, berhaji, tetapi juga ia bekerja, bermasayarakat dan berkeluarga. Ibadahnya orang bertaqwa tidak hanya dengan tasbih, kitab, atau al-Qur'an tetapi juga dengan cangkul, jaring, pena, computer, kemudi kendaraan dan alat kerja lainnya. Bahkan hal yang remeh dalam hidup seperti tersenyum kepada orang lain, meminggirkan duri di jalan, dan memberi makan burung liar adalah ibadahnya orang bertaqwa.

Islam merupakan agama yang mengajarkan keselarasan dan keseimbangan termasuk dalam hal pengaturan kehidupan manusia. Islam memberikan bimbingan untuk mewujudkan harmoni dalam hubungan manusia dengan Sang Penciptanya demikian juga harmoni antar sesame manusia dan dengan alam semesta. Dalam Al-Qur'an, perintah beriman senantiasa diikuti dengan perintah beramal shaleh. Diskripsi Allah tentang hamba yang baik selalu menyandingkan antara keimanan dan amal shaleh. Dalam konsep Islam, keimanan dan kebaikan budi pekerti bagaikan pohon dan buah. Iman yang tinggi akan menghasilkan kemuliaan perilaku, demikian juga sebaliknya, perilaku yang mulya akan membuahkan meningkatnya keimanan. Sekedar contoh, Hadits Nabi menggambarkan seseorang akan berkurang bahkan kehilangan imannya jika ia membiarkan tetangganya kelaparan sementara ia dalam keadaan kenyang. Berbagai tindakan kemungkaran dan kemaksiatan juga akan menurunkan kadar Iman.

Analogi pohon dan buah juga berlaku antara ibadah dengan budi pekerti dan tingkah laku. Sebagai missal, ayat tentang shalat diakhiri dengan tanha anil fakhsya wal munkar. Ayat perintah Puasa diakhiri dengan kata la'allakum tattaquun. Penjelasan tentang zakat juga diakhiri dengan kalimat tuthohhiruhum watuzakkihim biha. Dan haji ditutup dengan kalimat walakin yanaaluhuttaqwa minkum. Ini semua mengajarkan kepada kita ummat Islam untuk membawa ajaran Islam dan ketaqwaan ke manapun kita berada. Ittaqillaaha khaitsu ma kunta. Iman kita, dan ibadah kita haruslah senantiasa menyinari apapun yang kita lakukan. Cahaya masjid haruslah menerangi rumah kita, tempat kita bekerja, dan di manapun kita melangkah. Sehingga, segala bentuk interaksi yang baik kita dengan sesame manusia serta keseluruhan hidup ini adalah pengabdian kepada Allah. Apapun kebaikan yang kita lakukan tidak menjadi sia-sia tetapi ia bermakna sebagai sarana beribadah kepada Allah. Bekerja, beraktifitas, menjalankan peran kita dalam kehidupan sosial yang tampaknya profane sesungguhnya adalah sesuatu yang bernilai transenden, Ilahiyyah.

Pendek kata, orang yang bertaqwa pastilah dicintai dan diridloi Allah sekaligus dicintai sesame manusia. Indikator sederhana yang bias kita gunakan untuk mengukur kadar ketaqwaan kita adalah; pertama, seberapa khusu' kita berserah diri kepada Allah dalam berbagai ibadah wajib atau sunnah, kedua, seberapa sering orang-orang di sekitar kita merasa senang, bahagia, bersyukur kalau kita ada di dekatnya. Sebab seorang muttaqun di tengah masyarakat adalah bagikan seorang ibu bagi bayinya. Khoirunnasi anfa'ahum linnas. Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat bagi manusia lainnya. Itulah seorang muslim kaffah.


Digores oleh :
M.IMDADUN RAHMAT














8 komentar:

NURA mengatakan...

salam sobat
alhamdulillah kita dilahirkan oleh orangtua yang islam.
semua rahmat dan syukur kepada ALLAH swt,,karena kita ditunjukan jalan kebenaran, amiinn.

×÷·´¯`·.·•[ peace ]•·.·´¯`·÷× mengatakan...

Benar sahabt utarakan di atas namun perkembangan kita dilandasi beberapa faktor yang menjadikan satu sama lain watak manusia berbeda,yup LINGKUNGAN adalh faktor yg sangat penting dalam pertumbauhan kita,semakin taat agam semakin kita dekat pada yang maha kuasa dan hampir 90% akan jd org yg keras bila di di didik dari lingkungan yg keras pula.salam indonesia damai.

kebunsaida mengatakan...

Alhamdulillah .... orang tua kita Islam.
Namun Iman dan Islam yang melekat adalah yang melewati tahap-tahap pencarian (seperti pencarian nabi Ibrahim As.)
Karena sudah merasa Islam, lantas tidak mencari lagi makna2 dari ibadah yg di jalani, kenapa, untuk apa, bagaimana dan harus bagaimana ? mungkin itulah kata Ustadz yang disebut ibadah hanya sebatas ritual saja.
Semoga dengan "pencerahan" diatas kita mampu menjadi Islam yg Kaffah, amiiin.
Terwujud dalam puncak Ibadah ... "AKHLAKUL KARIMAH" sesuai dengan missi Rasulallah diutus sebagai "RAHMATAN LIL 'ALAMIN"
Wallahu 'alam
Salam ramadhan

jalan hidup apa adanya mengatakan...

alhamdulillah kita dilahirkan oleh orangtua yang islam. walau belum tentu kita meninggal dalam keadaan beriman tergantung kesungguhan hati kta mudah mudahan ALLAH mentakdirkan kita meninggal dalam keadaan beriman

jalani hidup apa adanya mengatakan...

Alhamdulillah Allah masih menyayangi kita sehingga kita di takdirkan islam tetapi belum tentu nanti kita mati dalam keadaan beriman tergantung kesungguhan hati kita dalam mencintai Allah

Kang Sugeng mengatakan...

,,Salam Sahabatku....
Kunjungan perdana, salam kenal aja dulu...
Maaf, saya memang hanya mantan manusia bejat, tapi sumpah, saya sudah benar-benar insyaf.
Satu yg membuat saya yakin bahwa saya pasti bisa berubah menjadi orang yg lebih baik, yaitu Kuasa Tuhan. Nothing Impossible, ndak ada yg ndak mungkin.
Selama kita mau berusaha, pasti jalan untuk itu akan terbuka.
Maka dari itulah kali ini saya akan berbagi sedikit kisah hidup saya selama masa transisi itu, kalo sahabatku berkenan, saya tunggu motivasinya buat saya di Mantan Copet Itu Akhirnya Jadi Seorang Pengusaha.

Trimakasih Sahabatku.
Salam.,,,Salam Sahabatku....
Kunjungan perdana, salam kenal aja dulu...
Maaf, saya memang hanya mantan manusia bejat, tapi sumpah, saya sudah benar-benar insyaf.
Satu yg membuat saya yakin bahwa saya pasti bisa berubah menjadi orang yg lebih baik, yaitu Kuasa Tuhan. Nothing Impossible, ndak ada yg ndak mungkin.
Selama kita mau berusaha, pasti jalan untuk itu akan terbuka.
Maka dari itulah kali ini saya akan berbagi sedikit kisah hidup saya selama masa transisi itu, kalo sahabatku berkenan, saya tunggu motivasinya buat saya di Mantan Copet Itu Akhirnya Jadi Seorang Pengusaha.

Trimakasih Sahabatku.
Salam.,

Blog GABUS mengatakan...

Semoga aku nantinya menjadi orang yang bertakwa...

Fauzan NR [ fhom.blogspot.com ]

tambal BAN mengatakan...

ne juga lagi merenungi ramadhan N nahan lapar hehe.... sukses deh

Design by BlogSpotDesign | Ngetik Dot Com